Peranan Indonesia Dalam G-20

ADB, IMF, G20

Saat ini dunia tengah berubah dari dominasi Pax Americana menjadi Pax Consortis G20 di mana Indonesia menjadi salah satu penentu dan pengarah tata ekonomi dunia dan bukan sekedar pencari kredit. Sejak KTT G20 pertama 16 November 2008 Pax Americana selesai, tidak ada lagi peluang Pax Soviatica, Pax Sinica, Pax Japonica atau lainnya. Oleh karena itu peluang emas G20 harus dimaksimalkan oleh Indonesia dengan mendayagunakan secara optimal posisi Indonesia di G20 dalam merombak tata ekonomi dunia, struktur pemegang saham Bank Dunia/IMF yang jadwalnya harus selesai pada 2011. Inilah tantangan yang hanya bersifat Einmalig bagi Indonesia dalam strategi geopolitik untuk menjadikan bangsa yang bermartabat.

G-20 London 2 April 2009 telah mengeluarkan komunike bersama yaitu pentingnya kebersamaan pemimpin negara G20, mengembalikan ekonomi dunia ke arah positif dengan cara kebijakan stimulus fiskal dan makro moneter, memperketat regulasi dan supervisi lembaga keuangan dan menyediakan support fund untuk negara-negara berpendapatan rendah. Selain itu, untuk mengatasi krisis dan mencegah agar krisis ini tidak terulang kembali di masa depan, para pemimpin dunia setuju untuk menambah USD 850 miliar melalui IMF, Bank Dunia, dan bank pembangunan multilateral lain, reformasi dan penguatan keuangan global dan sistem ekonomi untuk mengembalikan keyakinan dan kepercayaan publik.

Para pemimpin G-20 juga sepakat, negara emerging markets dan negara berkembang lain perlu mendapatkan keterwakilan di lembaga keuangan internasional agar dapat memperoleh fasilitas keuangan yang dapat mempercepat reformasi keuangan. Sehingga perlu meletakkan ekonomi global dalam kerangka pertumbuhan yang berkelanjutan, membuka lapangan kerja, dan memberantas kemiskinan.

Untuk mengembalikan kepercayan, pertumbuhan ekonomi, dan menciptakan lapangan pekerjaan, negara G20 telah sepakat untuk memberikan paket stimulus sebesar 1,1 trilun dolar. Paket ini terdiri atas tambahan sebesar 500 milyar dolar terhadap Special Drawing Rights (SDR) untuk IMF, yang dengan segera dapat diakses oleh anggota IMF. Sebelumnya telah disetujui SDR tambahan sebesar 250 milyar dolar. Dengan demikian, fasilitas SDR yang tersedia di IMF meningkat menjadi 750 milyar dolar. Selain itu, untuk mendukung pembiayaan perdagangan dunia, disiapkan dana sebesar 250 milyar dolar dalam dua tahun. Sedangkan 100 milyar dolar disiapkan untuk meningkatkan program bantuan bagi bank pembangunan regional (untuk institusi multinasional seperti ADB, misalnya).

Negara-negara maju yang terjerat krisis finansial telah melakukan segala upaya untuk meredam dampak krisis ini. Secara umum, negara-negara tersebut mengandalikan stimulus ekonomi untuk menetralisir dampak krisis. AS, misalnya, telah menganggarkan lebih dari US$800 miliar untuk mengatasi krisis. Hal yang sama juga dilakukan oleh Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, China, India, Malaysia, Singapura, Thailand, Korea Selatan, dan lain-lain.

Oleh karena itu, Sidang tahunan ke 42 ADB di Bali dapat dijadikan momentum reappraisal dan repositioning Indonesia sebagai penentu arah kebijakan Bank Dunia/IMF yang melekat pada posisi anggota G20. Indonesia Berpeluang ikut menyusun arsitektur keuangan global baru, menggantikan tata dunia lama warisan Perang Dunia II. Indonesia ikut menentukan perombakan kebijakan IMF yang baru saja membuka loket Flexible Credit Line (FCL). Tiga Negara telah memanfaatkan FCL yaitu Mexico, Polandia dan Colombia, sedangkan negara-negara yang segera memanfaatkan adalah Brazil, Chile, Czech, Singapura dan Korea Selatan. Jika Indonesia tidak segera turut serta memanfaatkan FCL tersebut karena masih trauma terhadap IMF (IMFphobia), maka Indonesia akan kehilangan peluang einmalig dalam merubah tatanan ekonomi dunia di G20 yang hanya datang seabad sekali.

Oleh: Hendro M. Zayn